TUGAS-TUGAS

Kamis, 25 September 2014

AGAMA PRIMITIF DAN AGAMA MODERN

AGAMA PRIMITIF DAN AGAMA MODERN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi Agama
Oleh
Aimmatul Alawiyah                (E82211048)
Lailatul Maftuhah                   (E82211050)
Nur Hidayatus            Sholihah         (E82211052)
Muhammad Amin Faizin        (E82211051)
Azwar Anas Siregar                (E82211053)

Dosen Pengampu
Drs. Kunawi Basyir, M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2012

AGAMA PRIMITIF DAN AGAMA MODERN
A.    Pendahuluan
Sebagaimana sering ditemukan pada diskusi-diskusi sebelumnya terdapat perbedaan mendasar ketika agama disebut sebagai fakta dari kebudayaan manusia. Perbedaan yang kemudian melahirkan perdebatan-perdebatan ini prinsipnya bukan sesuatu yang baru. Akan tetapi, telah menjadi perdebatan klasik yang sejak lama dibincangkan oleh berbagai kalangan. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat agama kerap dipersepsi sebagai kebenaran tunggal yang datang dari Tuhan, bersifat pasti dan mutlak, pada saat yang sama fakta sejarah juga menunjukkan bahwa agama tidak dapat dilepaskan dari daya kreatifitas manusia yang dengan sendirinya masuk dalam wilayah budaya.
Untuk membicarakan tentang agama primitif dan agama modern sebagai fokus bahasan yang dibicarakan pada diskusi makalah ini, agaknya terlebih dahulu perlu disepakati bahwa agama merupakan bagian dari budaya itu sendiri. Sebab berbicara mengenai agama primitif dan agama modern berarti membicarakan kebudayaan yang mengalami perubahan dari fase tradisional menuju modernitas. Hal ini tidak lain adalah dipengaruhi oleh tuntutan alamiah dalam kehidupan manusia.
Makalah sederhana ini bertujuan untuk memaparkan tentang definisi agama primitif dan modern serta segala sesuatu yang berhubungan dengan dua hal tersebut. Guna memperoleh hasil kajian yang lebih terarah, makalah in selanjutnya dimulai dengan memaparkan tentang definisi agama primitif dan modern. Kemudian menyinggung kembali tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dua hal tersebut dan mengakhiri pembahasan dengan memaparkan proses perubahan dari agama primitif menuju agama modern
B.     Pengertian Agama Primitif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI) kata primitif yaitu keadaan yg sangat sederhana; belum maju (tt peradaban; terbelakang): kebudayaan.[1]
Istilah primitif atau kebudayaan ( keadaan yg sangat sederhana; belum maju ) dicirikan pada manusia atau sekelompok orang yang hidup pada waktu lampau, oleh karena itu primitif tidak dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja terjadi pada seseorang pada saat sekarang masyarakat modern.
Berdasarkan indikasi tertentu yang menunjukkan adanya karakteristik sebagai manusia primitif, bisa dilihat dari prilaku, pandangan, ataupun tradisi yang masih primitif sebagai contoh pada umumnya orang primitif tidak bisa menciptakan elektonik yang serba canggih, sehingga menganggap itu sebuah benda yang sangat keramat. selain itu, orang desa masih banyak yang bersifat primitif dibanding orang kota, baik dari segi pendidikan maupun kepercayaaan terhadap benda-benda yang dianggap keramat.
Berdasarkan hal tersebut, belum ada kesepakatan atau kesamaan pandangan berkanaan dengan istilah primitif, namun apabila pengertian primitif ini dikaitkan dengan agama, seperti yang dikemukakan oleh guru besar dari Antropologi sosial yang bernama E. Pritchard beliau menyatakan bahwa agama primitif merupakan bagian dari agama pada umumnya. Bahkan, semua orang yang berminat pada agama harus mengakui suatu studi tentang pandangan dan praktek keagamaan pada masyarakat primitif yang beraneka ragam coraknya.[2]
Apabila dilihat dari segi sudut pandangnya, Islam, Kristen, Hindu dan agama-agama lainnya dapat dikategorikan sebagai agama primitif, atau berawal dari praktek-praktek agama primitif, mungkin agama ini berkembang dari agama yang kecil menjadi besar, yang dalam kurun waktu yang sangat lama tejadilah perkambanagn agama tersebut.
Banyak kita jumpai sistem ritual, kepercayaan dan etika-etika manusia primitif misalnya, dinamisme, fetitisme, dan lain-lain yang dimana kesemuanya itu merupakan nama-nama ilmiah bagi suatu jenis keagamaan, agama primitif sendiri tidak mengenal adanaya isme-isme, kecuali orang yang memeluk agama Islam ia akan menyebut dirirnya muslim, sedangkan orang primitif tigak mengenal apakah dirinya animisme, dinamisme atau sebagainya.
Dalam hal ini manusia primitif adalah sekelompok masyarakat yang memiliki cirri dan karakteristik yang mempunyai isme-isme, praktek, dan tradisi tertentu yang dianut dan diyakininya. Seperti adanya kepercayaan terhadap mahluk-mahluk halus dan pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang, atau melakukan ritual tertentu terhadap benda-benda yang dianggap keramat dan diperyacaya memiliki kekuatan gaib.
Maka dengan adanya hal semacam ini timbulah adanya upacara bersaji atau sesajen pada masyarakat primitif, seperti halnya upacara bersaji dimana bersaji ini merupakan suatu keyakinan dan sudah menjadi doktrin, karena kegiatan ini merupakan perwujudan dari agama. Yang memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat yang dijujukan pada Dewa melalui adanya korban binatang.[3]
Setelah melihat uraian diatas dapat dikatakan bahwa masyarakat primitif berpadangan bahwa dunia dan alam sekitarnya bukanlah objek sebagai subjek, lain halnya dengan masyarakat modern memandang dirinya sebagai subjek sedangkan alam sebagai objeknya. Akibat dari tidak bisanya membedakan antara subjek dan objek antara manusia dan alam sektitarnya, akhirnya masyarakat primitif memandang sakral terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan manfaat, kebaikan dan bencana, sebagai contoh apabila ada yang sakit mereka lebih mempercayai dukun dari pada dokter.
Selain itu keris pohon yang rindang mereka menganggap semua itu memiliki sesuatu yang sangat sakral sehingga perlu dipelihara dan dihormati. Jika kita amati benda-benda tersebut menjadi sakral dikarenakan sikap manusia itu sendiri yang selalu menganggap benda itu sakral, dalam hal ini kehidupan manusia primitif dipenuhi dengan upacara keagamaan. Oleh karena itu upacara-upacara keagamaan mewarnai aktivitas kehidupan mereka, seperti pada saat membuka sawah, ladang, perkawinan, serta perbuatan-perbuatan lainnya. Dalam setiap upacara memiliki mite-nya tersendiri, yang mempunyai suatu naskah atau skenario dari seluruh perbuatan manusia yang harus dilakukan pada setiap upacara dalam hidupnya.
Agama-agama primitif meskipun disana sini bersifat sinkretis (antara dua aliran), pada hakekatnya sangat berbeda-beda karena telah bercampurnya bebagai unsur. Satu contoh adalah beberapa agama yang bersifat demonistis (kepercayaan dan pemujaan terhadap roh) tetapi ada agama yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur demonisme. Demikian pula ada daerah tertentu yang tak mengenal totemisme, tetapi didaerah lain ada sisa-sisa toteisme yang tidak jelas dan sukar ditetapkan.[4]
C.    Bentuk-Bentuk Agama Primitif
Dari pemikirian inilah kemudian lahir animisme, dinamisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme yang sekarang dikatagorikan sebagai kepercayaan dan kadang-kadang disebut sebagai agama alami.  
Manusia pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan ghaib. Kepercayaan ini akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Nilai-nilai itu kemudian melembaga  dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena itu, tradisi sangat sulit berubanya dan kalau pn berubah sangat lambat.
Dalam sejarah kepercayaan umat manusia yang sudah ribuan tahun yang lalu, hanya tercatat beberapa perkembangan sistem kepercayaan kepada yang ghaib, yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme. Kepercayaan dinamisme, animisme yang dianggap sebagai awal dari kepercayaan umat manusia, dan sampai sekarang kepercayaan itu masih terdapat di berbagai lapisan masyarakat. Walaupun kepercayaan itu tidak seperti masyarakat primitive tetapi masih ada kemiripan, seperti meminta pertolongan kepada dukun, paranormal dan memakai cincin/benda tertentu agar terhindar dari bahaya dan bencana.[5]
Adapun pengertiannya sebagai berikut
1.      Agama Dinamisme ialah : Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda – benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari – hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
2.      Agama Animisme ialah : Agama yang mengajarkan bahwa tiap – tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda – benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dll.
3.      Agama Monoteisme ialah : Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
4.      Agama Politeisme ialah : mengandung kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme talah mempunyai tugas-tugas tertentu. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
Persamaan dari agama-agama primitif tersebut adalah manusia membujuk kekuatan supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia.
Perbedaan politeisme dan henoteisme
Jika pada politeisme, kepercayaan kepada dewa-dewa dan mengakui dewa terbesar diantara para dewa. Pada henoteisme, mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lainnya mempunyai tuhannya sendiri. Keduanya masih menyakini dewa-dewa lain atau tuhan-tuhan lain(bukan monoteisme).[6]
D.    Teori Perkembangan Kehidupan Modern Menurut Max Weber
Kehidupan modern ditandai oleh melemahnya pola-pola kehidupan tradisional dan berkembangnya rasionalitas. Masyarakat modern lebih menggunakan perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang paling efektif  dan efisie untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, masyarakat modern lebih percaya pada perhitungan rasional yang masuk akal dari pada percaya pada nasib atau campur tangan ilahi.[7]
Salah satu dari contoh sistem-sistem rasional itu adalah muncul birokrasi dan institusi-institusi masyarakat. Akan tetapi, walaupun masyarakat modern menciptakan banyak kemudahan dalam kehidupan, menurut Weber masyarakat modern tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan fundamental tentang makna dan tujuan hidup manusia. Dalam hal ini agama, walaupun sering dianggap kurang rasional masih mempunyai arti bagi kehidupan manusia, karena agama dapat memberikan makna dan arti kehidupan bagi manusia.
Jika Durkheim mencemaskan masyarakat modern akan semakin jatuh dalam anomie, maka Max Weber mencemaskan bahwa rasionalisasi khususnya dalam organisasi-organisasi formal akan menciptakan dehumanisasi ketika manusia semakin banyak diatur oleh organisasi birokratis yang impersonal.
E.     Arti Penting Agama Pada Zaman Modern
Secara umum, agama merupakan alat untuk membawa kedamaian dan kepuasan jiwa, kenyamanan jiwa dengan keyakinan tertentu. Banyak orang sepakat bahwa perlu ada cara duniawi untuk memberikan kedamaian cita. Namun, jika kita berbicara mengenai sebuah jalan untuk memberikan kedamaian cita berdasarkan keyakinan, akan ada dua kelompok agama yaitu keyakinan tanpa filsafat dan keyakinan dengan filsafat.
 Di zaman purbakala, orang menggunakan keyakinan untuk memberikan harapan dan kenyamanan saat mereka menghadapi keadaan-keadaan yang runyam. Dalam keadaan semacam itu, kepercayaan menyediakan harapan. Sebagai contoh, dengan adanya cahaya kita merasa lebih aman. Sumber cahaya adalah matahari, sehingga matahari merupakan sesuatu yang suci bagi penyembah matahari. Api menyediakan kenyamanan saat kita kedinginan dan oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang baik. Api kadang kala datang dari kilat yang misterius dan oleh karenanya api dan kilat dianggap sama-sama suci. Itu adalah kepercayaan primitif tanpa filsafat.[8]
Peradaban lembah Indus di India dan perdaban Cina termasuk dalam kelompok kedua. Mereka lebih banyak memiliki agama yang memiliki ideologi. Mungkin lebih banyak di peradaban lembah Indus dari pada di tempat lain. Di India, tiga atau empat ribu tahun yang lalu sudah ada keyakinan dengan pola pikir filsafat tertentu.[9]
Agama-agama Timur Tengah; Yahudi, Kristen, dan Islam percaya akan adanya akhirat, dan menurut mereka kebenaran tertinggi adalah Tuhan. Tuhan itu pasti mempunyai kekuatan yang tak terbatas dan Tuhan melampaui pengalaman kita. Dan itulah agama teistik. Sedangkan agama non-teistik berpandangan bahwa semua yang datang dari sebab-sebab dan keadaannya sendiri.
Setiap orang selalu mempunyai kecenderungan yang berbeda. Oleh karena itu, di antara umat manusia mempunyai jalan hidup yang berbeda, cara berpikir yang berbeda. Perbedaan-perbedaan itu dipengaruhi oleh lingkungan, geografi dan iklim. Misalnya Arab dan India karena mempunyai kondisi geografis yang berbeda, maka gaya hidup mereka juga berbeda. Mungkin di zaman purbakala, orang-orang di manapun lebih mirip. Namun sekarang karena perbedaan-perbedaan itu, penting untuk memiliki berbagai pendekatan. Tapi perbedaan filsafat dan pola pikir itu tidak terlalu masalah. Yang terpenting adalah maksud dan tujuannya. Karena semua tradisi utama memiliki praktik yang sama, hanya saja cara dan filsafatnya yang berbeda.

Kesimpulan
Istilah primitif atau kebudayaan ( keadaan yg sangat sederhana; belum maju ) dicirikan pada manusia atau sekelompok orang yang hidup pada waktu lampau, oleh karena itu primitif tidak dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja terjadi pada seseorang pada saat sekarang masyarakat modern.
Agama-agama primitif meskipun disana sini bersifat sinkretis (antara dua aliran), pada hakekatnya sangat berbeda-beda karena telah bercampurnya bebagai unsur. Satu contoh adalah beberapa agama yang bersifat demonistis (kepercayaan dan pemujaan terhadap roh) tetapi ada agama yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur demonisme. Bentuk-bentuk agama primitif yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme.
Kehidupan modern ditandai oleh melemahnya pola-pola kehidupan tradisional dan berkembangnya rasionalitas. Masyarakat modern lebih menggunakan perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang paling efektif  dan efisie untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, masyarakat modern lebih percaya pada perhitungan rasional yang masuk akal dari pada percaya pada nasib atau campur tangan ilahi.
Daftar Pustaka
Prasetyo, Joko Tri. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cip. 1998.







[2]http://articelmakalah4u.blogspot.com/2009_07_01_archive.html   diakses pada 29-05-2013 pada jam 11:49
[3] Joko Tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cip, 1998) hal 48
[6]http://arifzuhud.blog.upi.edu/2010/03/13/agama-agamaprimitif    diakses pada 29/05/2013 pada jam 19:01
[7] http://koleksi.org/tips/pengertian-agama-modern, diakses pada 02/06/2013 pada jam 20:05
[9] Ibid.

1 komentar:

  1. bagaimana dengan bukti bahwa agama mon oteisme adalah agama awal ?
    https://sainstory.wordpress.com/2011/08/18/monoteisme-%E2%80%93-agama-awal-manusia/

    BalasHapus