AGAMA PRIMITIF DAN AGAMA MODERN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi Agama
Oleh
Aimmatul
Alawiyah (E82211048)
Lailatul
Maftuhah (E82211050)
Nur Hidayatus Sholihah (E82211052)
Muhammad
Amin Faizin (E82211051)
Azwar
Anas Siregar (E82211053)
Dosen Pengampu
Drs. Kunawi Basyir, M.Ag
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2012
AGAMA PRIMITIF DAN AGAMA MODERN
A. Pendahuluan
Sebagaimana sering ditemukan pada diskusi-diskusi sebelumnya terdapat
perbedaan mendasar ketika agama disebut sebagai fakta dari kebudayaan manusia.
Perbedaan yang kemudian melahirkan perdebatan-perdebatan ini prinsipnya bukan
sesuatu yang baru. Akan tetapi, telah menjadi perdebatan klasik yang sejak lama
dibincangkan oleh berbagai kalangan. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat agama
kerap dipersepsi sebagai kebenaran tunggal yang datang dari Tuhan, bersifat
pasti dan mutlak, pada saat yang sama fakta sejarah juga menunjukkan bahwa
agama tidak dapat dilepaskan dari daya kreatifitas manusia yang dengan
sendirinya masuk dalam wilayah budaya.
Untuk membicarakan tentang agama primitif dan agama modern sebagai fokus
bahasan yang dibicarakan pada diskusi makalah ini, agaknya terlebih dahulu
perlu disepakati bahwa agama merupakan bagian dari budaya itu sendiri. Sebab
berbicara mengenai agama primitif dan agama modern berarti membicarakan
kebudayaan yang mengalami perubahan dari fase tradisional menuju modernitas.
Hal ini tidak lain adalah dipengaruhi oleh tuntutan alamiah dalam kehidupan
manusia.
Makalah sederhana ini bertujuan untuk memaparkan tentang definisi agama
primitif dan modern serta segala sesuatu yang berhubungan dengan dua hal
tersebut. Guna memperoleh hasil kajian yang lebih terarah, makalah in
selanjutnya dimulai dengan memaparkan tentang definisi agama primitif dan
modern. Kemudian menyinggung kembali tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan dua hal tersebut dan mengakhiri pembahasan dengan memaparkan proses
perubahan dari agama primitif menuju agama modern
B.
Pengertian
Agama Primitif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
( KBBI) kata primitif yaitu keadaan yg sangat sederhana; belum maju (tt
peradaban; terbelakang): kebudayaan.
Istilah primitif atau kebudayaan (
keadaan yg sangat sederhana; belum maju ) dicirikan pada manusia atau
sekelompok orang yang hidup pada waktu lampau, oleh karena itu primitif tidak
dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja
terjadi pada seseorang pada saat sekarang masyarakat modern.
Berdasarkan indikasi tertentu yang
menunjukkan adanya karakteristik sebagai manusia primitif, bisa dilihat dari
prilaku, pandangan, ataupun tradisi yang masih primitif sebagai contoh pada
umumnya orang primitif tidak bisa menciptakan elektonik yang serba canggih,
sehingga menganggap itu sebuah benda yang sangat keramat. selain itu, orang
desa masih banyak yang bersifat primitif dibanding orang kota, baik dari segi
pendidikan maupun kepercayaaan terhadap benda-benda yang dianggap keramat.
Berdasarkan hal tersebut, belum ada
kesepakatan atau kesamaan pandangan berkanaan dengan istilah primitif, namun
apabila pengertian primitif ini dikaitkan dengan agama, seperti yang
dikemukakan oleh guru besar dari Antropologi sosial yang bernama E. Pritchard
beliau menyatakan bahwa agama primitif merupakan bagian dari agama pada
umumnya. Bahkan, semua orang yang berminat pada agama harus mengakui suatu
studi tentang pandangan dan praktek keagamaan pada masyarakat primitif yang
beraneka ragam coraknya.
Apabila dilihat dari segi sudut
pandangnya, Islam, Kristen, Hindu dan agama-agama lainnya dapat dikategorikan
sebagai agama primitif, atau berawal dari praktek-praktek agama primitif,
mungkin agama ini berkembang dari agama yang kecil menjadi besar, yang dalam
kurun waktu yang sangat lama tejadilah perkambanagn agama tersebut.
Banyak kita jumpai sistem ritual,
kepercayaan dan etika-etika manusia primitif misalnya, dinamisme, fetitisme,
dan lain-lain yang dimana kesemuanya itu merupakan nama-nama ilmiah bagi suatu
jenis keagamaan, agama primitif sendiri tidak mengenal adanaya isme-isme,
kecuali orang yang memeluk agama Islam ia akan menyebut dirirnya muslim,
sedangkan orang primitif tigak mengenal apakah dirinya animisme, dinamisme atau
sebagainya.
Dalam hal ini manusia primitif
adalah sekelompok masyarakat yang memiliki cirri dan karakteristik yang
mempunyai isme-isme, praktek, dan tradisi tertentu yang dianut dan diyakininya.
Seperti adanya kepercayaan terhadap mahluk-mahluk halus dan pemujaan terhadap
arwah-arwah nenek moyang, atau melakukan ritual tertentu terhadap benda-benda
yang dianggap keramat dan diperyacaya memiliki kekuatan gaib.
Maka dengan adanya hal semacam ini
timbulah adanya upacara bersaji atau sesajen pada masyarakat primitif, seperti
halnya upacara bersaji dimana bersaji ini merupakan suatu keyakinan dan sudah
menjadi doktrin, karena kegiatan ini merupakan perwujudan dari agama. Yang
memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat yang
dijujukan pada Dewa melalui adanya korban binatang.
Setelah melihat uraian diatas dapat
dikatakan bahwa masyarakat primitif berpadangan bahwa dunia dan alam sekitarnya
bukanlah objek sebagai subjek, lain halnya dengan masyarakat modern memandang
dirinya sebagai subjek sedangkan alam sebagai objeknya. Akibat dari tidak
bisanya membedakan antara subjek dan objek antara manusia dan alam sektitarnya,
akhirnya masyarakat primitif memandang sakral terhadap sesuatu yang dapat
menimbulkan manfaat, kebaikan dan bencana, sebagai contoh apabila ada yang sakit
mereka lebih mempercayai dukun dari pada dokter.
Selain itu keris pohon yang rindang
mereka menganggap semua itu memiliki sesuatu yang sangat sakral sehingga perlu
dipelihara dan dihormati. Jika kita amati
benda-benda tersebut menjadi sakral dikarenakan sikap manusia itu sendiri yang
selalu menganggap benda itu sakral, dalam hal ini kehidupan manusia primitif
dipenuhi dengan upacara keagamaan. Oleh karena itu upacara-upacara keagamaan
mewarnai aktivitas kehidupan mereka, seperti pada saat membuka sawah, ladang,
perkawinan, serta perbuatan-perbuatan lainnya. Dalam setiap upacara memiliki
mite-nya tersendiri, yang mempunyai suatu naskah atau skenario dari seluruh
perbuatan manusia yang harus dilakukan pada setiap upacara dalam hidupnya.
Agama-agama primitif meskipun disana
sini bersifat sinkretis (antara dua aliran), pada hakekatnya sangat
berbeda-beda karena telah bercampurnya bebagai unsur. Satu contoh adalah
beberapa agama yang bersifat demonistis (kepercayaan dan pemujaan terhadap roh)
tetapi ada agama yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur demonisme.
Demikian pula ada daerah tertentu yang tak mengenal totemisme, tetapi didaerah
lain ada sisa-sisa toteisme yang tidak jelas dan sukar ditetapkan.
C.
Bentuk-Bentuk
Agama Primitif
Dari pemikirian inilah
kemudian lahir animisme, dinamisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme yang
sekarang dikatagorikan sebagai kepercayaan dan kadang-kadang disebut sebagai
agama alami.
Manusia pada dasarnya
memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan ghaib. Kepercayaan ini akan
melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Nilai-nilai itu kemudian
melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan
mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena itu, tradisi sangat sulit
berubanya dan kalau pn berubah sangat lambat.
Dalam sejarah
kepercayaan umat manusia yang sudah ribuan tahun yang lalu, hanya tercatat
beberapa perkembangan sistem kepercayaan kepada yang ghaib, yaitu dinamisme,
animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme. Kepercayaan dinamisme,
animisme yang dianggap sebagai awal dari kepercayaan umat manusia, dan sampai
sekarang kepercayaan itu masih terdapat di berbagai lapisan masyarakat.
Walaupun kepercayaan itu tidak seperti masyarakat primitive tetapi masih ada
kemiripan, seperti meminta pertolongan kepada dukun, paranormal dan memakai
cincin/benda tertentu agar terhindar dari bahaya dan bencana.
Adapun pengertiannya
sebagai berikut
1. Agama Dinamisme ialah : Agama yang mengandung
kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda –
benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan
manusia sehari – hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada pula
yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib itu disebut ‘mana’
dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’.
2. Agama Animisme ialah : Agama yang mengajarkan
bahwa tiap – tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai
roh. Bagi masyarakat primitif roh masih tersusun dari materi yang halus sekali
yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda – benda tertentu
adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan manusia, Misalnya
: Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dll.
3. Agama Monoteisme ialah : Adanya pengakuan yang
hakiki bahwa Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, Pencipta alam semesta dan seluruh isi
kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
4. Agama Politeisme ialah : mengandung kepercayaan
kepada dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme talah mempunyai tugas-tugas
tertentu. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau
persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada
mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
Persamaan dari agama-agama primitif tersebut adalah
manusia membujuk kekuatan supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian
supaya mengikuti kemauan manusia.
Perbedaan politeisme dan henoteisme
Jika pada politeisme, kepercayaan
kepada dewa-dewa dan mengakui dewa terbesar diantara para dewa. Pada henoteisme, mengakui satu tuhan untuk
satu bangsa, dan bangsa-bangsa lainnya mempunyai tuhannya sendiri. Keduanya
masih menyakini dewa-dewa lain atau tuhan-tuhan lain(bukan monoteisme).
D.
Teori
Perkembangan Kehidupan Modern Menurut Max Weber
Kehidupan modern ditandai oleh melemahnya pola-pola kehidupan tradisional
dan berkembangnya rasionalitas. Masyarakat modern lebih menggunakan
perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang paling efektif dan efisie untuk mencapai tujuan. Dengan kata
lain, masyarakat modern lebih percaya pada perhitungan rasional yang masuk akal
dari pada percaya pada nasib atau campur tangan ilahi.
Salah satu dari contoh sistem-sistem rasional itu adalah muncul birokrasi
dan institusi-institusi masyarakat. Akan tetapi, walaupun masyarakat modern
menciptakan banyak kemudahan dalam kehidupan, menurut Weber masyarakat modern
tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan fundamental tentang makna dan
tujuan hidup manusia. Dalam hal ini agama, walaupun sering dianggap kurang
rasional masih mempunyai arti bagi kehidupan manusia, karena agama dapat
memberikan makna dan arti kehidupan bagi manusia.
Jika Durkheim mencemaskan masyarakat modern akan semakin jatuh dalam
anomie, maka Max Weber mencemaskan bahwa rasionalisasi khususnya dalam
organisasi-organisasi formal akan menciptakan dehumanisasi ketika manusia
semakin banyak diatur oleh organisasi birokratis yang impersonal.
E.
Arti
Penting Agama Pada Zaman Modern
Secara umum, agama merupakan alat untuk membawa
kedamaian dan kepuasan jiwa, kenyamanan jiwa dengan keyakinan tertentu. Banyak
orang sepakat bahwa perlu ada cara duniawi untuk memberikan kedamaian cita.
Namun, jika kita berbicara mengenai sebuah jalan untuk memberikan kedamaian
cita berdasarkan keyakinan, akan ada dua kelompok agama yaitu keyakinan tanpa
filsafat dan keyakinan dengan filsafat.
Di zaman
purbakala, orang menggunakan keyakinan untuk memberikan harapan dan kenyamanan saat
mereka menghadapi keadaan-keadaan yang runyam. Dalam keadaan semacam itu,
kepercayaan menyediakan harapan. Sebagai contoh, dengan adanya cahaya kita
merasa lebih aman. Sumber cahaya adalah matahari, sehingga matahari merupakan
sesuatu yang suci bagi penyembah matahari. Api menyediakan kenyamanan saat kita
kedinginan dan oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang baik. Api kadang
kala datang dari kilat yang misterius dan oleh karenanya api dan kilat dianggap
sama-sama suci. Itu adalah kepercayaan primitif tanpa filsafat.
Peradaban lembah Indus di India dan perdaban Cina
termasuk dalam kelompok kedua. Mereka lebih banyak memiliki agama yang memiliki
ideologi. Mungkin lebih banyak di peradaban lembah Indus dari pada di tempat
lain. Di India, tiga atau empat ribu tahun yang lalu sudah ada keyakinan dengan
pola pikir filsafat tertentu.
Agama-agama Timur Tengah; Yahudi, Kristen, dan Islam
percaya akan adanya akhirat, dan menurut mereka kebenaran tertinggi adalah
Tuhan. Tuhan itu pasti mempunyai kekuatan yang tak terbatas dan Tuhan melampaui
pengalaman kita. Dan itulah agama teistik. Sedangkan agama non-teistik
berpandangan bahwa semua yang datang dari sebab-sebab dan keadaannya sendiri.
Setiap orang selalu mempunyai kecenderungan yang
berbeda. Oleh karena itu, di antara umat manusia mempunyai jalan hidup yang
berbeda, cara berpikir yang berbeda. Perbedaan-perbedaan itu dipengaruhi oleh
lingkungan, geografi dan iklim. Misalnya Arab dan India karena mempunyai
kondisi geografis yang berbeda, maka gaya hidup mereka juga berbeda. Mungkin di
zaman purbakala, orang-orang di manapun lebih mirip. Namun sekarang karena
perbedaan-perbedaan itu, penting untuk memiliki berbagai pendekatan. Tapi
perbedaan filsafat dan pola pikir itu tidak terlalu masalah. Yang terpenting adalah
maksud dan tujuannya. Karena semua tradisi utama memiliki praktik yang sama,
hanya saja cara dan filsafatnya yang berbeda.
Kesimpulan
Istilah primitif atau kebudayaan (
keadaan yg sangat sederhana; belum maju ) dicirikan pada manusia atau
sekelompok orang yang hidup pada waktu lampau, oleh karena itu primitif tidak
dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi dapat saja
terjadi pada seseorang pada saat sekarang masyarakat modern.
Agama-agama
primitif meskipun disana sini bersifat sinkretis (antara dua aliran), pada
hakekatnya sangat berbeda-beda karena telah bercampurnya bebagai unsur. Satu
contoh adalah beberapa agama yang bersifat demonistis (kepercayaan dan pemujaan
terhadap roh) tetapi ada agama yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur
demonisme. Bentuk-bentuk agama primitif yaitu dinamisme,
animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme.
Kehidupan modern ditandai oleh melemahnya
pola-pola kehidupan tradisional dan berkembangnya rasionalitas. Masyarakat
modern lebih menggunakan perhitungan-perhitungan rasional tentang cara yang
paling efektif dan efisie untuk mencapai
tujuan. Dengan kata lain, masyarakat modern lebih percaya pada perhitungan
rasional yang masuk akal dari pada percaya pada nasib atau campur tangan ilahi.
Daftar Pustaka
Prasetyo, Joko Tri. Ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: PT Rineka Cip. 1998.